Magelang merupakan pemusatan latihan militer untuk tentara Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL). Selain itu, banyak pedagang Tionghoa yang membuka usaha di Magelang. Agar mobilitas penumpang terutama dari pedagang dan calon tentara tersebut lancar maka diperlukan suatu jalur kereta api.[1] Jalur ini selesai dibangun pada tahun 1907 oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), atas jasa-jasa Ho Tjong An, seorang pemborong (aannemer) cerutu Tionghoa (menurut catatan dari Kota Toea Magelang).[2]
Jalur kereta api Yogyakarta–Magelang dibangun oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), yang dibuka pada tanggal 1 Juli 1898. Selanjutnya, perpanjangannya menuju Secang selesai pada tanggal 15 Mei 1903. Dari stasiun ini, dibangun jalur cabang menuju Parakan yang selesai pada tahun 1907 dan ke Ambarawa pada tahun 1905.[3] Alasan yang menyebabkan jalur Yogyakarta–Magelang diprioritaskan adalah perlunya transportasi untuk pedagang di Muntilan dan Magelang dan calon tentara yang sedang menjalani pendidikan militer.
Letak jalur kereta api ini sangat dekat dengan Gunung Merapi, terutama di daerah Salam sampai Muntilan. Apabila gunung ini meletus, pelayanan harus dihentikan karena rel yang tertutup abu vulkanik.[4] Pasca-kemerdekaan, jalur ini menjadi saksi bisu perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1949, jalur ini dihadang tank di petak Payaman–Secang dalam rangkaian Agresi Militer Belanda II, sampai akhirnya petak ini dibongkari pada tanggal 11 April 1949.[5] Jalur ini sempat menjalani perbaikan agar bisa berfungsi seperti semula pada dekade 1950-an.
Kereta api terakhir yang melayani jalur ini adalah Taruna Ekspres dan Borobudur Ekspres.[6] Ide mengenai Taruna Ekspres dicetuskan oleh Sarwo Edhie Wibowo, dimaksudkan sebagai layanan penunjang bagi teruna Akabri yang telah mendapat izin pesiaran. Layanan kereta api ini diresmikan pada tanggal 30 November 1972. Untuk menunjang pemberhentian, dibangun Halte Lembah Tidar yang kanopinya mirip dengan kanopi stasiun NIS.[7]
Jalur kereta api ini dinonaktifkan menyusul letusan Gunung Merapi pada tahun 1972 hingga 1974 yang menyebabkan banjir lahar dingin serta menyebabkan terputusnya Jembatan Krasak pada awal tahun 1975.[6][8]Tempo mengabarkan bahwa kejadian tersebut terjadi pada November 1974.[9] Berdasarkan keterangan resmi dari KAI, jalur ini ditutup pada 5 Maret 1975 menyusul insiden banjir lahar tersebut.[10]
Berkali-kali wacana reaktivasi (pengaktifan kembali) jalur KA ini sudah mulai mencuat sejak lama, namun tidak pernah terealisasikan.
Saat ini sedang dilakukan studi untuk reaktivasi tersebut. Untuk keperluan studi, dipasang patok DJKA ±800 meter dari posisi jalur lama di Secang. Kemungkinan dalam reaktivasi tersebut akan menggunakan trase lama dan trase baru.[11]
^Pusat Data dan Informasi Tempo (2019) [14 Desember 1974]. "Bah Merapi (Majalah Tempo)". Sejarah dan Kini: Gunung Merapi. Jakarta: Tempo Publishing. hlm. 20–23. ISBN9786232079113. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Dokumen Lintas Cabang yang Masih Aktif dan Tidak Aktif (PPK.8-2011/OR/ORP-KP.BD). Bandung: Kereta Api Indonesia.