Kitab Zakharia
Kitab Zakharia (disingkat Zakharia; akronim Za.) merupakan salah satu kitab yang termasuk dalam kelompok kitab-kitab kenabian dan khususnya dalam kelompok nabi-nabi kecil pada Perjanjian Lama di dalam Alkitab Kristen.[1] Dalam Tanakh atau Alkitab Ibrani, kitab ini menjadi bagian dari kitab kolektif yang bernama "Dua Belas Nabi", yang termasuk dalam kelompok Nevi'im, atau yang lebih tepatnya dalam kelompok nabi-nabi akhir. NamaNama kitab ini merujuk pada tokoh utama kitab ini, yaitu Zakharia bin Berekhya bin Ido, seorang nabi Yahudi pada masa sesaat setelah kembali dari pembuangan ke Babel, tepatnya pada akhir abad ke-6 SM saat Yudea baru saja menjadi provinsi di bawah Kekaisaran Persia. Nama "Zakharia" sendiri merupakan serapan dari bahasa Ibrani: זְכַרְיָה (Zekharyah), yang diperkirakan merupakan gabungan dari kata זָכַר (zakhar, har. "mengingat") dan nama יה (Yah). Oleh karena itu, nama tersebut kemungkinan berarti "Allah mengingat". IsiBerdasarkan waktu atau penanggalan maka garis besar dari kitab Zakharia terbagi dua. Nubuat pertama mengenai penglihatan-penglihatan yang muncul antara tahun 520 sampai 518 Sebelum Masehi, yaitu selama masa pembangunan Bait Allah.[2] nubuat yang kedua mengenai kedatangan Mesias, yang munculnya tidak diketahui pasti tetapi mungkin ada sebelum periode pelayanan Zakharia.[2] Isi dari kitab Zakharia adalah sebagai berikut:[2] Nubuat penglihatan
Nubuat Mesias
Naskah sumberKitab Zakharia pada Codex Gigas, yang dibuat sekitar abad ke-13.
KepengaranganKitab ini ditulis oleh nabi yang bernama Zakharia, yang hidup sezaman dengan seorang nabi lain yang bernama Hagai, sehingga latar belakang ekonomi, politik maupun kehidupan agama antara kedua nabi tersebut tidak jauh berbeda.[1] Beberapa istilah dikenakan kepada Zakharia seperti nabi kerajaan baru dan nabi zaman yang akan datang.[1][6] Nama Zakharia merupakan nama yang umum dalam Perjanjian Lama.[7] Dalam Perjanjian Lama terdapat lebih dari 25 orang yang mempunyai nama Zakharia.[7] Dalam Ezra 5:1 dikatakan bahwa Zakharia merupakan anak dari Ido.[7] Dalam Zakharia 1:1 memperlihatkan bahwa sang nabi merupakan cucu dari Berekhya.[7] Namun, tidak ada data-data yang lengkap mengenai Berekhya ini.[7] Dalam Yesaya 8:2 dikatakan mengenai seorang Zakharia yang adalah putra Yeberekhya.[7] Ido yang merupakan kakek Zakharia merupakan kepala dari keluarga imam yang kembali dari pembuangan dari Babel ke Yudea.[7] Hal ini mungkin berkaitan dengan Zakharia sebagai seorang imam dan mungkin juga imam kultis.[7] PerikopJudul perikop dalam Kitab Zakharia menurut Alkitab Terjemahan Baru oleh LAI adalah sebagai berikut. Perlu dicatat bahwa seluruh judul bagian berikut berasal langsung dari Alkitab.
Latar belakangLatar belakang kitab Zakharia tidaklah jauh berbeda dengan latar belakang kitab Hagai.[1] Zakharia melayani pada tahun 520-518 Sebelum Masehi.[2] Dalam tahun pertama raja Koresh yang Agung dari Persia, dikeluarkan semacam keputusan untuk mengembalikan orang Yahudi yang terbuang di kerajaan Babel ke negerinya.[8] Zerubabel anak dari Sealtiel dan ahli waris resmi dari raja Daud, yang memimpin rombongan ini dalam perjalanan pulang ke negeri mereka.[8] Raja ini juga memberi izin untuk membangun Bait Allah kembali.[8] Namun, respon yang diberikan bangsa Israel untuk rencana pembangunan tersebut tidak seperti yang diharapkan oleh nabi Zakharia dan Hagai, sehingga Zakharia dan Hagai berusaha untuk menggerakkan bangsa itu untuk memperbaharui aktivitas, dan lapangan Bait Suci yang disiapkan.[8] Kedua nabi ini berusaha untuk merangsang semangat kerja orang Yahudi yang sudah kendur.[1] Bait suci diselesaikan pada tahun ke enam Darius Hystaspes.[1] Muatan teologisDalam kitab Zakharia terdapat beberapa muatan teologis yang berkaitan dengan pewartaan sang nabi sendiri.[6] Muatan teologis dalam kitab ini sebagian besar bersifat eskatologis.[6] Kerajaan AllahFrasa mengenai kerajaan Allah dalam memang tidak terdapat dalam kitab Zakharia.[6] Namun, gagasan mengenai kerajaan Allah terlihat jelas dalam kitab ini.[6] Dalam Zakharia 9:9 dikatakan bahwa Allah akan mendirikan kerajaan damai-Nya melalui sang raja yang lemah lembut yang menunggang seorang keledai.[6] Konsep kerajaan yang disampaikan oleh Zakharia adalah kerajaan di mana Israel dan Yehuda akan mencapai keserasian yang sempurna.[6] Konsep mengenai kerajaan Allah ini tidak lepas dari pemahaman zakharia mengenai bait Allah.[6] Zakharia sangat menekankan kekudusan dari bait Allah.[6] Bait Allah dalam pandangan Zakharia bukan hanya pusat kehidupan dalam zaman yang baru, tetapi juga standar bagi penyucian negeri itu.[6] RajaDalam kitab Zakharia, beberapa kali diucapkan gambaran mengenai seorang "raja".[6] Dalam Zakharia 9:9 diperlihatkan bagaimana sosok seorang raja yang diutus oleh Allah. Raja itu merupakan raja yang lemah lembut yang menunggang keledai.[6] Tokoh raja yang ditampilkan bukan sekadar seorang raja tetapi ia juga akan menjadi gembala kawanan domba Tuhan.[6] Namun, raja itu justru akan ditolak oleh domba-dombanya.[6] Gambaran raja dan gembala dalam kitab Zakharia merupakan orang yang sama.[6] Status raja dari gembala itu lebih diperkuat lagi oleh uraiannya sebagai "orang yang paling karib kepada=Ku" yang terdapat dalam Zakharia 13:7.[6] Konsep mengenai raja ini juga tidak lepas dari konsep Mesias yang terdapat dalam kitab Zakharia.[6] Lihat pulaReferensi
Pranala luar |
Portal di Ensiklopedia Dunia