Pengampunan ini dikenal sebagai "pembenaran". Dalam teologi Lutheran dan Reformed klasik, perbuatan baik dilihat sebagai bukti yang penting dari iman, tetapi perbuatan pada dirinya sendiri tidak menentukan keselamatan.[5] Sebaliknya, doktrin Methodis mengakui kepercayaan dalam pembenaran oleh iman yang menawarkan pengampunan Allah, tetapi percaya bahwa kehidupan kudus dengan tujuan kesempurnaan Kristen (pengudusan) adalah esensial bagi keselamatan.[5][6][7]Teologi Anabaptis dengan tegas menolak doktrin sola fide Lutheran dan Reformed, dan sebaliknya menekankan "iman yang berbuat". Kaum Anabaptis mengajarkan bahwa "pembenaran adalah proses dinamis yang dengannya orang percaya mengambil bagian dalam sifat Kristus dan dimampukan untuk hidup semakin serupa dengan Yesus."[8][2][9]
Asal-usul istilah
Lukisan tahun 1861 tentang Luther menemukan doktrin Sola fide di Erfurt
Luther
Martin Luther menjadikan sola fide sebagai penyebab utama Reformasi Protestan, seruan pemersatu perjuangan Lutheran, dan perbedaan utama gereja Lutheran dan Reformed dari Katolik Roma.
Luther secara kontroversial menambahkan kata allein ("hanya" dalam bahasa Jerman) pada Roma3:28 sehingga menjadi: "Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan hanya karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat".[10] Kata "hanya" tidak muncul dalam manuskrip-manuskrip Yunani[11] dan Luther mengakui fakta ini, tetapi ia membela terjemahannya dengan mempertahankan bahwa kata keterangan 'hanya' diperlukan oleh kaidah ungkapan bahasa Jerman:[12]
Saya tahu betul bahwa kata solum ["hanya" dalam bahasa Latin] tidak ada dalam teks bahasa Yunani atau Latin (…) Adalah sebuah fakta bahwa keempat huruf S O L A ini tidak ada di sana (…) Pada saat yang sama (…) Itu harus ada di sana jika ingin terjemahannya jelas dan kuat. Saya ingin berbicara dalam bahasa Jerman, bukan bahasa Latin atau Yunani, karena bahasa Jermanlah yang saya usahakan untuk dibicarakan dalam terjemahan. Namun, adalah kodrat dari bahasa Jerman kita bahwa dalam membicarakan dua hal, yang salah satunya ditegaskan dan lainnya disangkal, kita menggunakan kata solum (allein) bersamaan dengan kata nicht [tidak] atau kein [bukan]. Contohnya, kita mengatakan, 'Petani membawa allein [hanya] bulir dan kein [tidak] membawa uang.[13]
Luther menyatakan lebih lanjut bahwa sola digunakan dalam tradisi-tradisi teologis sebelumnya dan kata keterangan ini membuat makna yang ingin disampaikan oleh Paulus lebih jelas:
Saya bukan satu-satunya, atau pun yang pertama, untuk mengatakan bahwa hanya iman yang menjadikan seseorang benar. Ada Ambrosius, Agustinus dan banyak lainnya yang mengatakannya sebelum saya. Dan jika seseorang membaca dan mengerti Santo Paulus, ia akan mengatakan hal yang sama, dan tidak dapat mengatakan apa pun lainnya. Kata-kata Paulus terlalu kuat – mereka tidak mengizinkan adanya perbuatan, tidak sama sekali! Sekarang, jika itu bukan perbuatan, itu haruslah hanya iman.[14]
Terjemahan
Secara historis, ungkapan serupa dengan —"pembenaran hanya oleh iman"— telah muncul dalam sejumlah terjemahan Alkitab Katolik: Alkitab Nuremberg (1483) dalam Galatia2:16 ("δικαιοῦται ἄνθρωπος ... διὰ πίστεως Χριστοῦ Ἰησοῦ") memiliki "nur durch den glauben",[15][16] dan terjemahan-terjemahan bahasa Italia tahun 1476, 1538, dan 1546 memiliki "ma solo per la fede" atau "per la sola fede".[17][18] Alkitab Bahasa Italia resmi Gereja Katolik, La Sacra Bibbia della Conferenza Episcopale Italiana (2008), dalam Galatia 2:16, tertulis: "tetapi hanya melalui iman dalam Yesus Kristus" (ma soltanto per mezzo della fede).[19][20]
Doktrin sola fide menegaskan bahwa pengampunan Allah bagi para pendosa diberikan dan diterima hanya melalui iman, sehingga semua "perbuatan baik" terkecualikan.[30] Tanpa input dari Allah, umat manusia, ditegaskan Kekristenan, telah jatuh dan berdosa, artinya tindakan dan kelalaiannya terkena dampak dari kutukan dan sebagian besar jika tidak semua akan menghadapi murka Allah akibat kejatuhan manusia (yang diberikan pada akhir Eden).[30] Allah, menurut kepercayaan tersebut, mengirimkan Anak tunggalnya dalam rupa manusia, untuk dilahirkan kembali dalam seluruh umat manusia sehingga hanya melalui Yesus Kristus (solus Christus) para pendosa dapat menerima pengampunan (pembenaran), yang diberikan semata-mata melalui iman.[30]
Kebenaran Kristus, menurut para penganut sola fide, diimputasikan (atau diatribusikan) oleh Allah kepada para pendosa sampai pada suatu kondisi keyakinan yang benar dan penuh kasih (berlawanan dengan diinfuskan atau diimpartasikan). Jika demikian, maka keputusan Allah dan pengampunan yang mungkin diberikan adalah dari iman Kristen yang dipegang sungguh-sungguh (atau dalam aliran yang lebih liberal, semua prinsip-prinsip yang diajarkan Kristus), bukan dari apa pun yang ada pada sang pendosa. Hal ini dikontraskan dengan sarana anugerah lainnya, seperti pengakuan imam dan ritual-ritual seperti pengambilan sakramen setiap minggu.[30] Lihat ordo salutis untuk detail lebih lanjut mengenai doktrin keselamatan yang dijabarkan lebih luas dari pembenaran hanya oleh iman.
Pembenaran jiwa sola fide adalah sebuah ajaran dari sebagian besar gereja-gereja Lutheran and Reformed, tetapi baik gereja Katolik Roma maupun Ortodoks Timur meyakininya. Tradisi-tradisi Protestan ini mengecualikan semua usaha manusia (kecuali karya Yesus Kristus, yang menjadi dasar dari pembenaran) dari putusan hukum (atau pengampunan) dalam pembenaran.[30] Menurut Martin Luther, pembenaran hanya oleh iman adalah artikel di mana Gereja berdiri atau jatuh.[30] Maka, "hanya iman" adalah doktrin mendasar bagi Lutheranisme dan Kekristenan Reformed, dan sebagai sebuah formula membedakan keduanya dari denominasi Kristen lainnya.
^ abKesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Griffin2016
^Allen, Michael (2010). Reformed Theology. London: Bloomsbury Academic. hlm. 77. ISBN978-0-567-03429-8. With regard to sola fide, a contrast is being made with Rome's doctrine that faith must be formed by love (fides formata). The Reformed and Lutheran churches said that Rome essentially required faith and works for justification.
^ abKesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Bucher2014
^Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Joyner2007
^Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Elwell2001
^Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Brewer2021
^Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Roth2004
^"Roma 3:28", Testament, 1522, So halten wyrs nu, das der mensch gerechtfertiget werde, on zu thun der werck des gesetzs, alleyn durch den glawben (penekanan ditambahkan kepada kata bahasa Jerman untuk 'hanya'.).
^New testament (dalam bahasa Yunani), York, diarsipkan dari asli tanggal 2 July 2008, diakses tanggal 5 December 2017, λογιζόμεθα γάρ δικαιоῦσθαι πίστει ἄνθρωπον χωρὶς ἔργων νόμου ("karena kami yakin bahwa manusia dibenarkan karena iman, bukan karena melakukan hukum Taurat").
^Martin Luther, On Translating: An Open Letter (1530), Luther's Works, 55 vols. (St. Louis and Philadelphia: Concordia Publishing House and Fortress Press), 35:187–189, 195; cf. also Heinz Bluhm, Martin Luther Creative Translator (St. Louis: Concordia Publishing House, 1965), pp. 125–137.
^Küng, Hans, Justification: The Doctrine of Karl Barth and a Catholic Reflection, p249, "The formula sola fide can be taken for orthodox since the 'alone' may be understood as a plausible way of making clear the statement in Romans 3:28. This much is certain - the 'alone' in the translation is not Luther's invention. Even before the Reformation there were already such translations. According to Lyonnet...the German Bible's reading of Gal 2.16 is 'gerechtfertigt...nur durch den Glauben.'"
^George, Timothy, Theology of the Reformers, p. 71, n. 61, "Luther did not, of course, invent this phrase. The German Bible published at Nürnberg in 1483 translated Gal 2:16 as "gerechtfertigt ... nur durch den Glauben". Further, the term sola fide was well established in the Catholic tradition, having been used by Origen, Hilary, Chrysostom, Augustine, Bernard, Aquinas, and others but without Luther's particular nuances."
^Lyonnet Stanislas, Etudes sur l'Epître aux Romains, p. 118
^Hodge, Charles, Commentary on the Epistle to the Romans, p. 100