Surat perintah penghentian penyidikanSurat Perintah Penghentian Penyidikan, atau SP3, adalah surat pemberitahuan dari penyidik kepada penuntut umum bahwa penyidikan terhadap seseorang telah dihentikan. Terbitnya SP3 diatur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), yang menyatakan bahwa penyidik dapat menghentikan penyidikan jika tidak diperoleh bukti yang cukup, peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana, atau penyidikan dihentikan demi hukum.[1][2][3] Alasan Terbitnya SP3
Prosedur Pelaksanaan SP3Prosedur pelaksanaan SP3 diatur dalam Keputusan Jaksa Agung No. 518/A/J.A/11/2001 tanggal 1 November 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia No. 132/JA/11/1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana. Jika penyidik Polri yang menghentikan penyidikan, pemberitahuan penghentian penyidikan disampaikan pada penuntut umum dan tersangka atau keluarganya. Untuk penyidik PNS, pemberitahuan disampaikan pada penuntut umum dan pihak lain yang berhak mengetahui.[2][3] Contoh KasusDalam banyak kasus yang diamati, terbitnya SP3 juga disebabkan oleh petunjuk dari Jaksa Peneliti yang ditunjuk oleh Kepala Kejaksaan Negeri untuk proses prapenuntutan yang tidak bisa dipenuhi oleh penyidik. Hal ini perlu dipertanyakan tentang proses penyelidikan dan penyidikan, serta gelar perkara yang dilakukan penyidik.[1] KesimpulanSP3 adalah surat pemberitahuan dari penyidik kepada penuntut umum bahwa penyidikan telah dihentikan. Terbitnya SP3 diatur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP dan menggunakan formulir yang telah ditentukan dalam Keputusan Jaksa Agung. Alasan terbitnya SP3 adalah tidak cukup bukti, peristiwa tidak merupakan tindak pidana, atau demi hukum. Proses pelaksanaan SP3 harus dilakukan dengan mempertimbangkan kualitas dan kuantitas alat bukti, serta memastikan bahwa terbitnya SP3 tidak dilandasi oleh alasan subjektif penyidik semata.[1][2][3] Referensi
|
Portal di Ensiklopedia Dunia